Monday, August 26, 2013

Uang Kepeng, Unsur Budaya "Tangiable"




Uang kepeng atau pis bolong merupakan unsur budaya Bali kategori tangiable multifungsi. Makna pis bolong tersebut akan berbeda-beda dan tergantung di mana yang kepeng itu difungsikan. Menurut pengamat budaya dari Unud Drs. I Wayan Geriya dalam seminar pis bolong baru-baru ini, uang kepeng berfungsi ganda. Dari berfungsi ekonomi sebagai uang kartal tempo dulu (telah ditarik tahun 1959) sampai pada fungsi sosial dan religius. Kata Geriya, dari perspektif historis, tata nilai, sains dan berbagai keunikan serta keunggulan, uang kepeng di Bali tergabung sebagai warisan budaya Bali dan sekaligus warisan budaya Indonesia.

Kajian ilmiah -- dari perspektif historis, arkeologis dan antropologis -- menunjukkan bahwa pis bolong memiliki keunikan dan keunggulan sebagai warisan budaya. Uang kepeng memiliki bentuk yang khas dalam keragaman, dan umurnya relatif tua. Diperkirakan ada sejak abad IX. Pis bolong mencakup kandungan nilai historis, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan seni.

Pis bolong ini kokoh dalam konteks magis dan religius. Artinya, sudah diberhentikan sebagai uang kartal, namun tidak pernah ditarik dari peredaran. Uang kepeng memiliki nilai tunggal dan konstan yaitu satu kepeng setara dengan satu keteng.

Uang kepeng memiliki unsur asing (Cina) yang diterima dalam keberdayaan Bali secara kreatif, adaptif dan akulturatif. Uang kepeng ini berpeluang untuk dikonservasi (dilestarikan), di samping diinovasi secara kreatif dalam konteks nilai ekonomi, sosial, estetis dan religius.

Wayan Geriya yang juga dosen FS Unud ini mengatakan kajian khusus mengenai uang kepeng masih langka atau numistik. Saking langkanya, kajian yang telah ada baru beberapa saja. Misalnya buah karya sejarawan putra Bali Ida Bagus Sidemen berjudul Nilai Historis Uang Kepeng (2002-2003) dan Money, Markets and Trade in Early South East Asia karya Robert S. Wicks (1992).

Bahkan, sejarawan Indonesia Prof. Sartono Kartodirdjo menilai hasil penelitian IB Sidemen merupakan studi perdana numistik yang memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi perbendaharaan historiografi Indonesia. Ini memperkaya identitas kebudayaan Indonesia, dan Bali khususnya. Ke depan, kata Geriya, terbuka peluang studi lanjutan, baik secara disipliner maupun multidisipliner.

Cukup Luas

Ditambahkannya, sejarah mengungkapkan persebaran uang kepeng cukup luas di Asia seperti di Cina, Jepang, Kamboja, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Persebaran secara geografis di Indonesia meliputi berbagai wilayah nusantara meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Lombok dan lain-lain.

Sementara itu pengkajian dan pemahaman secara teliti terhadap uang kepeng di Bali mengantarkan kita akan adanya berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang terkait dengan usaha pelestarian unsur ini sebagai warisan budaya.

Kekuatan yang mendasar yakni keberadaan uang kepeng cukup kokoh terkait dengan alur sejarah, multifungsi dan kemampuannya untuk beradaftasi secara sosial, ekonomi dan kultural. Konteks religiusitas memiliki arti tersendiri dalam etnik orang Bali, katanya.

Kelemahannya, uang kepeng mudah dipalsu, serta lemah dalam perbandingan hukum dan kelembagaan. Berpeluang cukup besar untuk diproduksi terkait dengan multifungsi dan terbukanya nilai tambah secara ekonomis, estetis dan kultural. Tantangan pelestarian juga cukup berat terkait dengan kondisinya yang rentan pemalsuan dan kepunahan untuk jenis-jenis uang kepeng tertentu. Atau adanya alih penguasaan sebagai warisan budaya.

Strategi apa yang harus dilakukan dalam melestarikan warisan budaya uang kepeng itu? Menurut Geriya, strategi konservasi perlu seimbang dengan strategi inovasi. Aksi konservasi yang disarankannya mencakup pengokohan kelembagaan, perlindungan hukum, pengembangan museum khusus dan pembangunan kesadaran publik untuk peduli konservasi.

Aksi inovasi atau pembaruan yang disarankan meliputi langkah inventarisasi, eksperimen percontohan, reproduksi, penyiapan dan pelatihan SDM, pengadaan dana dan networking. Peranan Lembaga Pelestarian Warisan Budaya Bali sangat vital dan diharapkan mencakup sebagai pemegang HAKI, melaksanakan produksi. Namun, perlu diwaspadai agar posisi Lembaga Pelestarian Warisan Budaya Bali tak terjebak pada komersialisme, eksplorasi, pemalsuan dan pembelengguan kultural. 

No comments:

Post a Comment