Upacara Mekotek dilaksanakan dengan tujuanmemohon keselamatan. Upacara yang juga di kenaldengan istilah ngerebek. Mekotek ini
adalah warisan leluhur, adat budaya dan tradisi yang secara turun temurun terus
dilakukan umat Hindu di Bali.
Pada
awalnya pelaksanaan upacara Mekotek diselenggarakan untuk menyambut
armada perang yang melintas di Munggu yang akan berangkat ke medan laga, juga
penyambutan pasukan saat mendapat kemenangan perang Blambangan pada
masa kerajaan silam.
Dahulunya
upacara ini menggunakan tombak yang terbuat dari besi. Namun seiring
perkembangan zaman dan untuk menghindari peserta yang terluka maka sejak tahun
1948 tombak besi mulai diganti dengan tombak dari bahan kayu pulet. Tombak yang
asli dilestarikan dan disimpan di pura.
Mekotek
sendiri diambil dari kata tek-tek yang merupakan bunyi kayu yang diadu satu
sama lain sehingga menimbulkan bunyi.
Perayaan
upacara Mekotek selalu dilakukan oleh warga Desa Munggu,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, pada setiap Hari Raya
Kuningan. Selain sebagai simbol kemenangan,Mekotek juga
merupakan upaya untuk menolak bala yang pernah menimpa desa puluhan tahun lalu.
Pada saat
itu Perayaan upacara Mekotek dilarang oleh pemerintah kolonial
Belanda 1915 (Ida Bagus Gede Mahadewa) karena takut terjadi
pemberontakan, namun akibat dari larangan tidak boleh mengadakan upacara Mekotek tersebut
muncul wabah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan banyak memakan korban
jiwa. Lalu terjadi perundingan dan akhirnya diizinkan kembali, sejak saat itu
tidak pernah ada lagi bencana.
Upacara
ini Makotek ini diikuti sekitar 2000 penduduk Munggu yang terdiri dari 15
banjar turun ke jalan dari umur 12 tahun hingga 60 tahun. Mereka mengenakan
pakaian adat madya dengan hanya mengenakan kancut dan udeng batik dan membawa
selonjoran kayu 2 meter yang telah dikuliti. Pada tengah hari seluruh peserta
berkumpul di pura Dalem Munggu yang memanjang. Disana dilakukan upacara
syukuran bahwa selama 6 bulan pertanian perkebunan dan segala usaha penduduk
berlangsung dengan baik, setelah serangkaian upacara berlangsung, keseluruhan
peserta melakukan pawai menuju ke sumber air yang ada di bagian utara kampung.
Warga kemudian terbagi dalam beberapa kelompok . Di setiap pertigaan yang
dilewati masing masing kelompok yang terdiri dari 50 orang akan membuat bentuk
segitiga menggabungkan kayu-kayu tersebut hingga berbentuk kerucut lalu mereka
berputar, berjingkrak dengan iringan gamelan. Pada saat yang tepat seorang yang
dianggap punya nyali sekaligus punya kaul akan mendaki puncak piramid dan
melakukan atraksi entah mengangkat tongkatnya atau berdiri dengan mengepalkan
tangan, sambil berteriak laksana panglima perang mengkomamdoi prajuritnya
untuk terus menerjang musuh lalu kemudian ditabrakkan dengan kelompok yang
mendirikan tumpukan kayu yang lain. Sesampai di sumber air, tameng suci, segala
perangkat upacara yang dibawa dari Pura Dalem diberi tirta air suci dan
dibersihkan. Kemudian mereka melakukan pawai kembali ke Pura Dalem untuk
menyimpan semua perangkat yang dibawa berkeliling tadi.
Ini adalah
suatu aktraksi adat budaya yang saat menarik untuk anda saksikan,yang hanya ada
di Bali pulau Dewata
Siip......siip Putri Ibu sudah baca catatannya
ReplyDeleteTerimakasih sudah posting dengan cepat ya.... semoga nanti bisa jadi Duta Bali.