Desa
Kapal adalah salah satu desa tradisional di Bali yang kaya akan keunikan adat
dan budaya, desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Mengwi Badung ini
memiliki tradisi yang unik dan menarik yang masih berlangsung hingga sekarang,
salah satunya adalah pelaksanaan Tradisi Aci Rah Pengangon atau lebih dikenal
oleh masyarakat setempat sebagai tradisi perang tipat-bantal. Tradisi perang
tipat kali ini dilangsungkan di depan Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal,
Kecamatan Mengwi, Senin (5/10). Turut ikut menyaksikan pada kesempatan tersebut
Bupati Badung A.A Gde Agung, Anggota DPRD Badung I Wayan Yasa, Kepala Dinas
Pariwisata Kabupaten Badung I Made Subawa, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten
Badung IB Anom Bhasma, Kakandep Agama Kabupaten Badung IB Subawa, Camat Mengwi
I Nyoman Suendi beserta tokoh-tokoh masyarakat desa Kapal.
Dalam
tradisi ini masyarakat desa Kapal berkumpul di Pura Desa setempat dimana mereka
melaksanakan prosesi persembahyangan yang dilanjutkan dengan menuju ke depan
pura dimana mereka membagi diri menjadi dua kelompok, dipersenjatai dengan
tipat dan bantal, kedua kelompok ini kemudian saling melempari, mencoba
mempertemukan tipat dan bantal ini di udara.
Bendesa
Adat Kapal A.A Gede Dharmayasa pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa
tradisi perang tipat-bantal ini erat kaitannya dengan kehidupan pertanian
masyarakat, sebuah tradisi unik yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada
Tuhan atas kehidupan yang diciptakanNya serta berlimpahnya hasil panen di desa
ini. Dimana tradisi ini dilaksanakan setiap setiap Purnama Kapat, atau pada
saat purnama bulan keempat dalam penanggalan Bali (sasih kapat) sekitar bulan
September – Oktober yang pelaksanaanya diwujutkan dalam bentuk perang
tipat-bantal.
Keberadaan
tradisi perang tipat-bantal ini banyak dijelaskan dalam catatan-catatan sejarah
kuno berupa lontar-lontar, salah satunya terdapat dalam lontar tabuh rah
pengangon milik salah seorang warga desa Kapal, ketut sudarsana, dalam lontar
tersebut secara singkat dijelaskan pada tahun isaka 1260 atau pada tahun 1338
masehi, Raja Bali Asta Sura Ratna Bhumi Banten mengutus patihnya Ki Kebo Iwa
untuk merestorasi Candi Khayangan Purusada yang ada di Desa Kapal. Setibanya di
desa Kapal Ki Kebo Iwa melihat Desa Kapal sedang dilanda paceklik panen, risau
melihat hal tersebut kemudian Ki Kebo Iwa memohon jalan keluar kepada sang
pencipta dengan melakukan yoga semedi. Saat melakukan yoga semedi beliau
mendapatkan sabdha dari pencipta untuk melaksanakan Aci Rah Pengangon atau Aci
Rare Angon dengan sarana menghaturkan tipat dan bantal sebagai symbol purusha
dan predhana/sumber kehidupan, karena penyebab dari segala paceklik tersebut
adalah ketiadaan sumber kehidupan. Dalam sabdha ini pula diperoleh agar
masyarakat Kapal tidak menjual tipat karena tipat merupakan simbolisasi dari
predhana/ibu pertiwi. Akhirnya setelah dilaksanakan Aci Rah Pengangon di Desa
Kapal, Desa ini kembali makmur dan tenteram. Dari hal inilah berkembang tradisi
perang tipat-bantal di Desa Kapal.